KORUPSI

KORUPSI DI INDONESIA

Problematika.

Masalah korupsi di Negara ini tidak kunjung selesai. UU No.31 tahun 1999 mengeneai pemberantasan korupsi di Indonesia. Masalah korupsi sangat merugikan negara. Karena dapat mempengaruhi keadaan perekonomian negara. Korupsi sepertinya sudah merupakan suatu budaya yang sulit dihilangkan. Sudah terlanjur banyak tindakan korupsi serta upaya pemberantasannya. Selain itu pula tindak korupsi dapat menghambat jalannya pertumbuhan pembangunan di Indonesia. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana. Korupsi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam  masyarakat, karena itu perlu diganti dengan Undang-undang Pemberantasan Tindak  Pidana Korupsi yang baru sehingga diharapkan lebih efektif dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi.

Peraturan perundang-undangan (legislation) merupakan wujud dari politik hukum institusi Negara dirancang dan disahkan sebagai undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi. Secara parsial, dapat disimpulkan pemerintah dan bangsa Indonesia serius melawan dan memberantas tindak pidana korupsi di negeri ini. Tebang pilih. Begitu kira-kira pendapat beberapa praktisi dan pengamat hukum terhadap gerak pemerintah dalam menangani kasus korupsi akhir-akhir ini.

Akhir-akhir ini masalah korupsi sedang hangt-hangatnya dibicarakan publik,  terutama dalam media massa baik lokal maupun nasional. Banyak para ahli  mengemukakan pendapatnya tentang masalah korupsi ini. Pada dasarnya, ada yang  pro adapula yang kontra. Akan tetapi walau bagaimanapun korupsi ini merugikan  negara dan dapat meusak sendi-sendi kebersamaan bangsa. Pada hakekatnya, korupsi adalah “benalu sosial” yang merusak struktur  pemerintahan, dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya. Dalam prakteknya, korupsi sangat sukar bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas, oleh karena sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang eksak. Disamping itu sangat sulit mendeteksinya dengan dasar-dasar hukum yang pasti. Namun akses perbuatan korupsi merupakan bahaya latent yang harus diwaspadai baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri. Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang sebagai standard kebenaran dan sebagai kekuasaaan mutlak. Sebagai akibatnya, kaum koruptor yang kaya raya dan para politisi korup yang berkelebihan uang bisa masuk ke dalam golongan elit yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka ini juga akan menduduki status sosial yang tinggi dimata masyarakat.

Korupsi sudah berlangsung lama, sejak zaman Mesir Kuno, Babilonia, Roma sampai abad pertengahan dan sampai sekarang. Korupsi terjadi diberbagai negara, tak terkecuali di negara-negara maju sekalipun. Di negara Amerika Serikat sendiri yang sudah begitu maju masih ada praktek-praktek korupsi. Sebaliknya, pada masyarakat yang primitif dimana ikatan-ikatan sosial masih sangat kuat dan kontrol sosial yang efektif, korupsi relatif jarang terjadi. Tetapi dengan semakin berkembangnya sektor ekonomi dan politik serta semakin majunya usaha-usaha pembangunan dengan pembukaan-pembukaan sumber alam yang baru, maka semakin kuat dorongan individu terutama di kalangan pegawai negari untuk melakukan praktek korupsi dan usaha-usaha penggelapan.

Korupsi dimulai dengan semakin mendesaknya usaha-usaha pembangunan yang diinginkan, sedangkan proses birokrasi relaif lambat, sehingga setiap orang atau badan menginginkan jalan pintas yang cepat dengan memberikan imbalan-imbalan dengan cara memberikan uang pelicin (uang sogok). Praktek ini akan berlangsung terus menerus sepanjang tidak adanya kontrol dari pemerintah dan  masyarakat, sehingga timbul golongan pegawai yang termasuk OKB-OKB (orang  kaya baru) yang memperkaya diri sendiri (ambisi material). Agar tercapai tujuan pembangunan nasional, maka mau tidak mau korupsi harus diberantas. Ada beberapa cara penanggulangan korupsi, dimulai yang sifatnya preventif maupun yang represif.

Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat dari struktrur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai makna yang sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatan-kekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri. Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi.

Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian, jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat.

  • Sementara itu Merican (1971) menyatakan sebab-sebab terjadinya korupsi sebagai berikut :

a. Peninggalan pemerintahan kolonial.

b. Kemiskinan dan ketidaksamaan.

c. Gaji yang rendah.

d. Persepsi yang populer.

e. Pengaturan yang bertele-tele.

f. Pengetahuan yang tidak cukup dari bidangnya.

  • Di sisi lain Ainan (1982) menyebutkan beberapa sebab terjadinya korupsi yaitu :
  1. Perumusan perundang-undangan yang kurang sempurna.
  2. Administrasi yang lamban, mahal, dan tidak luwes.
  3. Tradisi untuk menambah penghasilan yang kurang dari pejabat pemerintah   dengan upeti atau suap.
  4. Dimana berbagai macam korupsi dianggap biasa, tidak dianggap bertentangan, tidak dianggap bertentangan dengan moral, sehingga orang berlomba untuk korupsi.

Dari pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa sebab – sebab terjadinya korupsi adalah sebagai berikut :

  1. Gaji yang rendah, kurang sempurnanya peraturan perundang – undangan, administrasi yang lamban dan sebagainya.
  2. Warisan pemerintah kolonial.
  3. Sikap mental pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang tidak halal, tidak ada kesadaran bernegara, tidak ada pengetahuan pada bidang pekerjaan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah.

Maka, akibat dari tindak korupsi sebagai berikut :

  1. Pemborosan sumber – sumber, modal yang lari, gangguan terhadap penanaman modal, terbuangnya keahlaian, bantuan yang lenyap.
  2. Ketidakstabilan, revolusi sosial, pengambilan ahli kekusasaan oleh militer, menimbulkan ketimpangan sosial budaya.
  3. Peengurangan kemampuan aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas administrasi, hilangnya kewibawaan administrasi.

Selanjutnya Mc Mullan (1961) menyatakan bahwa akibat korupsi adalah ketidak efisienan, ketidakadilan, rakyat tidak mempercayai pemerintah, memboroskan sumber-sumber negara, tidak mendorong perusahaan untuk berusaha terutama perusahaan asing, ketidakstabilan politik, pembatasan dalam kebijaksanaan pemerintah dan tidak represif. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan akibat-akibat korupsi diatas adalah sebagai berikut :

  1. Tata ekonomi seperti larinya modal luar negeri, gangguan terhadap perusahaan, gangguan penanaman modal.
  2. Tata administrasi seperti tidak efisien, kurangnya kemampuan administrasi, hilangnya keahlian, hilangnya sumber-sumber negara, keterbatasan kebijaksanaan pemerintah, pengambilan tindakan-tindakan represif.
  3. Tata sosial budaya seperti revolusi sosial, ketimpangan sosial.
  4. Tata politik seperti pengambilan alihan kekuasaan, hilangnya bantuan luar negeri.

Secara umum akibat korupsi adalah merugikan negara dan merusak sendi-sendi kebersamaan serta memperlambat tercapainya tujuan nasional seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

Korupsi tidak dapat dibiarkan berjalan begitu saja kalau suatu negara ingin mencapai tujuannya, karena kalau dibiarkan secara terus menerus, maka akan terbiasa dan menjadi subur dan akan menimbulkan sikap mental pejabat yang selalu mencari jalan pintas yang mudah dan menghalalkan segala cara (the end justifies the means). Untuk itu, korupsi perlu ditanggulangi secara tuntas dan bertanggung jawab.

Ada beberapa upaya penggulangan korupsi yang ditawarkan para ahli yang  masing-masing memandang dari berbagai segi dan pandangan. Caiden (dalam Soerjono, 1980) memberikan langkah-langkah untuk menanggulangi korupsi sebagai berikut :

  1. Membenarkan transaksi yang dahulunya dilarang.
  2. Membuat struktur baru yang mendasarkan bagaimana keputusan dibuat.
  3. Melakukan perubahan organisasi yang akan mempermudah masalah pengawasan dan pencegahan kekuasaan yang terpusat, rotasi penugasan, wewenang yang saling tindih organisasi yang sama, birokrasi yang saling bersaing, dan menunjukkan instansi pengawas adalah saran – saran yang secara jelas diketemukan untuk mengurangi kesempatan korupsi.
  4. Bagaimana dorongan untuk korupsi dapat dikurangi dengan jalan menigkatkan ancaman.
  5. Korupsi adalah persoalan niai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan korupsi dibatasi, tetapi memang harus ditekan seminimum mungkin agar beban korupsi organisasional maupun korupsi sestimik tidak telalu besar sekiranya ada sesuatu pembaharuan struktural, barangkali mungkin untuk mengurangi kesempatan dan dorongan untuk korupsi dengan adanya perubahan organisasi.
  • KPK dan Pengadilan Khusus Korupsi.

Praktik korupsi di negeri ini terus saja menggurita. Kasus terakhir adalah bocornya dana Bank BNI yang ternyata diduga dilakukan oelh oknum petinggi bank bersangkutan. Rupanya korupsi bukan hanya marak pada pemerintahan Orde Baru, tetapi pada pemerintahan reformasi pun, korupsi tetap berjalan tanpa hambatan. Saat orde baru, korupsi dibiarkan berlangsung, bahkan dipelihara dengan maksud untuk menguatkan posisi politik penguasa. Namun di era reformasi, justru korupsi semakin menjadi – jadi. Hasil korupsi digunakan untuk membiayai mesin politik kekuasaan dengan memberikan janji – janji “semu” pada rakyat saat pemilu. Demikian juga dengan proses penanganan korupsi oleh para pelaksana hukum yang sebetulnya telah didukung oelh perangkat hukum yang memadai. Namun kenyataannya, sampai saat ini para koruptor masih sulit dijatuhi pidana setimpal oleh hakim. Agenda reformasi untuk memberantas korupsi yang tertuang dalam Tap MPR Nomor : XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN, hanya manis dimulut tanpa adanya political will yang memadai.

Oknum – oknum di DPR sering berdalih bahwa kasus – kasus korupsi yang diduga menyangkut golongan atau partainya yang terjadi pada masa lalu bukan urusan DPR perode sekarang. Mereka lupa bahwa proses hukum itu selalu mempersoalkan masa lalu bukan masa yang akan datang. Bahkan aspek politik pun perlu diperhatikan. Pengabdian aspirasi rakyat berarti mengabaikan kapasitasnya sebagai wakil rakyat yang tidak mengenal periode keanggotaan DPR. Penantian panjang akan hadirnya suatu institusi yang nantinya betul – betul mandiri dan berwibawa untuk memberantas korupsi, rupanya sudah ada titik terang karena Panitia Seleksi pembentukan KPK sudah dibentuk pemerintah. Kehadiran lemabaga baru ini tidak lepas dari intensitas korupsi yang sudah tergolong kejahatan luar biasa dan melanggar hak – hak sosial rakyat. Meskipun pembentukan KPK telah melewati batas waktu menurut pasal 43 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 (yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) bahwa paling lambat dua tahun sejak UU ini berlaku (18 Agustus 1999) dibentuk KPK, namun tidak membawa harapan baru dalam memberantas korupsi yang sudah mengakar. Seandainya pemerintah dan aparat hukumnya maupun memberantas korupsi sesuai dengan harapan rakyat, tentu kita tidak membutuhkan lembaga baru untuk memberantas korupsi.

Terdapat lima wewenang KPK yyang diatur dalam pasal 7 UU KPK yaitu antara lain :

  1. Mengkoordinasikan penyelidikan dan penuntutan korupsi.
  2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan korupsi.
  3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan korupsi kepada instansi yang terkait.
  4. Melaksanakan dengar pendapat dan pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan korupsi.
  5. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan korupsi.

KPK juga berwenang (Pasal 8 ayat 2) mengambil alih penyelidikan atau penntutan perkara korupsi yang sedang ditangani oleh kepolisian atau kejaksaan. Oleh karena itu, kepolisian atau kejaksaan yang tengah menyidik atau menuntut suatu perkara korupsi tadi diminta oleh KPK untuk ditangani, wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara, dan dokumen lainnya kepada KPK (Pasal 8 ayat 3). Pengamblan itu dilakukan bila ada laporan warga masyarakat mengenai tindak korupsi yang ditindaklanjuti, atau proses penanganannya berlarut-larut atau tertunda-tunda tanpa alasan dapat dipertanggung jawabkan.

Kenyataan yang terjadi saat ini adalah para pelaku korupsi mendapatkan hukuman yang tidak sesuai dengan kejahatannya. Hal tersebut dikarenakan karena kurang tegasnya hukum yang ditegakkan. Masih ada kegiatan suap – menyuap di atas meja hijau.dan bahkan kasus terbaru adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga terlibat dalam tindakan korupsi. Keadilan di Indonesia saat ini sudah dapat diperjualbelikan. Kejahatan korupsi sangat sulit untuk diberantas, karena korupsi yang telah terjadi di Indonesia merupakan korupsi yang dilakukan secara berjamaah, serta pelakunya sudah melibatkan badan hukum Indonesia. Hal ini yang sangat menyulitkan pemerintah dalam memerangi tindakan korupsi di Indonesia.

Solusi Pemerintah.

Kasus korupsi yang merupakan makanan sehari – hari pemerintah. Meskipun telah banyak cara yang telah dilakukan, namun korupsi tetap saja ada di seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Pemerintah telh bersikeras menangani kasus korupsi di negera kita ini. Yang salah satunya dengan membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi yang kita kenal KPK. Pada awal pembentukan KPK ini dapa menjalankan tugasnya dengan baik. Namun, baru – baru ini KPK membuat sebuah kasus penyuapan terhadap kasus korupsi. Pemerintah pastinya tidak tinggal diam dengan hal ini. Kemudian pemerintah mengusut tuntas tentang kebenaran ini.

Solusi lai dari pemerintah adalah dengan mempercayakan posisi penting dalam pemerintahan yang dipercayainya mempunyai kemampuan dan kejujuran dalam memerintah. Serta pemerintah telah memberikan beberapa kenaikan gaji pada pegawai negeri sipil guna mengurangi hasrat untuk melakukan korupsi. Selain itu pula pemerintah denagn serius mengusut kasus korupsi hingga tuntas berapa pun itu dana korupsi yang telah dilakukannya. Dan adanya hukum tegas bagi pelaku korupsi atau yang dikenal dengan koruptor.

Solusi Masyarakat.

Penanganan korupsi tidak cukup dilakukan oleh pemerintah atau petinggi negara dan KPK. Namun masyarakat yang baik dengan rasa nasionalisme yang tinggi patut membantu dalam kegiatan pemberantasan korupsi. Telah banyak kegiatan aksi demo kepada pemerintah melaui LSM yang ada. Dan masyarakat juga sering mengingatkan pada pemerintah melaui aksinya dengan menegakkan hukum kepada tindak korupsi. Terutama korupsi yang terjadi di daerah masing – masing dan korupsi di pemerintah pusat. Korupsi tidak hanya terjadi di pemerintah pusat, namun pemerintahan daerah banyak tindakan korupsi. Memang tidak banyak masyarakat yang sadar akan keberadaan korupsi, bahkan dari masyarakat itu sendiri pelaku korupsi yang terjadi. Namun, pengertian dan tingkat pengetahuan terhadap perrekonomian harus di tingkatkan dilapisan masyarakat agar masyarakat tidak  ikut serta dalam pelaku korupsi terutama masyarakat kecil. Kebanyakan yang terjadi adalah mereka masyarakat kecil sebagai pelaksana tindakan korupsi yang telah di instruksikan oleh pejabat pemerintah yang hendak melakukan tindakan korupsi.

Solusi Mahasiswa.

Tidak hanya lapisan masyarakat juga yang ikut menjaga perekonomian di negara kita ini. Mahasiswa yang selama ini terkenal dengan aksinya untuk mendemo pemerintah segala permasalahan di negara kita ini. Mahasiswa sering kali mendemo para pelaku korupsi dan tak jarang apabila pemerintah tidak merespon, maka tindakan anarkis dilakukannya. Aksi mahasiswa tidak hanya dilakukan oleh mahsiswa bidang ekonomi saja, namun semua mahasiswa ekonomi dan taknik ikut serta dalam mengingatkan pemerintah dalam korupsi. Solusi lain yang telah dilakukan adalah menumbuhkan kesadaraan saat dibangku kuliah akan kerugian dari tindakan korupsi serta akibat keseimbangan ekonomi yang tejadi apabila korupsi terjadi. Mahasiswa harus mampu mengevaluasi kegiatan pemerintahan yang tejadi, karena mahasiswa merupakan agen perubahan yang mudah-mudahan perubahan yang baik bagi negara kita ini.

Download File

About Bangku Sarjana
I'm from Indonesian, I just a Student in Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Geophysics Department

One Response to KORUPSI

  1. djaakaa says:

    Ba’na kan byk korupsina kiya putt… 😛

    barang siapa yang melakukan tindak korupsi, maka hidupnya akan bahagia di dunia, dan melarat di akhirat….

    blogroll lu my blog -> http://www.djaka1.wordpress.com 😉

Leave a comment